assalammualaikum... اَهْلاًوَسَهْلاً (ahlan wa sahlan )...selamat datang wahai pencinta rosul

Kamis, 15 Desember 2011

Lyrick - Ya Saakinal Bagdhadi

Ya Allah Ya Subhaniy Jud Lana binnuuroniy
Bil Waliy Quthbirrabbaaniy Syekh Abdul Qodir Jaelaaniy R.A
—————————————————————-



    Ya Hannanu Ya Mannan Sallimna Minanniiron
    Bil Waliy Quthbil Irfan Al-habib Ali Asyakron R.A



    Ya Allahu Ya Sattaar Jud lana bil mukhtar
    Bil Waliy Quthbil Akhyar Al-habib Umar Al-Muhdhor R.A



    Ya Allahu Ya Quddus Najjina min Kulli Buws
    Bil Waliy Syamsisyumus Abdullah Alaydrus R.A



    Ya Allah Ya Rabbaana Najjina min Syarrinnaas
    Bil Waliy Quthbil Anfas Al-habib Umar Al-Athos R.A



    Ya Allahu Ya Jawwaad Jud Lanaa Bil Murod
    Bil Waliy Quthbil Irsyad Abdullah Al-Haddad R.A



    Ya Allahu Ya Mu’Thiy Bil A’thoo La Tubthiy
    Najjina Min Kulli Syai’i Al-Habib Ahmad Al-Habsyi R.A



    Ya Allahu Ya Rahman Jud Lana Bil Gufron
    Fi Sirri Wal A’laan Bibarkatil Habib Irfan R.A



    Ya Saakinal Bagdhadi Ya Saakinal Bagdhadi
    Ya Saakinal Bagdhadi Syekh Abdul Qodir Jaelaniy R.A



    Maulana Ya Maulana Ya Saamii Li du’ana
    Bihurmati Muhammad S.A.W Taqobbal Duana


http://www.ziddu.com/download/17827646/Hadrah_MMA_YaSakinalBagdadi.mp3.html

MP3 diambil dari Majelis Ta’lim Makarimal Akhlaq pimpinan Al-Habib Irfan Bin Hasyim Bin Thahir Ba’alwy yang beralamat di Jl.Al-Barkah – DR.Saharjo Jakarta Selatan

Sumber : http://www.majelismaulidbagindarasulullah.blogspot.com

al-habib rais ridjaly bin hasyim bin thahir

Al-Habîb Raîs diahirkan hari Kamis, 11 Agustus 1960, pukul 15.30 WIT, di Daerah Batu Merah, Ambon Maluku, Indonesia. Masa pendidikan formalnya dilalui sejak 1964–1987.
Semasa kecil selalu membaca buku–buku yang membahas tentang Filsafat. Sehingga pada usia 7 tahun, Habîb Raîs telah membaca buku filsafat, “Alam Pikiran Yunani“, sebanyak 20 jilid, dan pada usia tersebut, Habîb Raîs diberikan pendidikan oleh orang tuanya sendiri melalui metode ceritera tentang Abû Nawâs (Mansyûr bin Mu h ammad) yang hidup pada jaman Sulthân Hârûn al-Rasyîd, di Bagdad. Habîb Raîs, pada masa itu, telah menghafal ± 100 judul ceritera tentang kecerdikan Abu Nawas tersebut.
Pada usia 14 tahun (1974), Habîb Raîs dibimbing secara ruhani dengan bentuk yang masih sederhana oleh orang tuanya sendiri. Dan orang tuanya, sekarang, mendirikan tharîqat yang disebut “Tharîqat Taufîqiyyah An-Nûriyyah“ atau beliau istilahkan juga dengan “Tharîqat Ahlûl Bait” yang bersumber pada keilmuan tentang Hakikat dan Ma’rifatullah.
Pada usia 17 tahun (1977), Habîb Raîs diberikan suatu pemahaman tentang pohon keyakinan agama oleh orang tuanya sendiri, yang akrab dipanggil Abah . Kata orang tuanya; “ Sekalipun kepalamu putus, keyakinan ini tidak boleh engkau lepaskan karena inilah kebenaran yang hakiki itu “.
Tahun 1980, Habîb Raîs menyelesaikan pendidikan lanjutan atas di kota Sorong, Irian Jaya. Dan tahun 1982 mengambil perkuliahan di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Fakultas Hukum Perdata. Perkuliahan dapat diselesaikan pada tahun 1987, non Skripsi serta tanpa Wisuda Keserjanaan, dengan alasan bahwa biarlah para teman-temannya mengambil Wisuda dan Ijazah keserjanaan, tapi beliau akan menghambil Wisuda dan Ijazah SIR-JANNAH (Rahasia Sorga), dan bukan Sarjana.
Akhirnya, terbukti, pada saat teman sekuliahnya sedang mengusahakan pemutihan atas keterlambatan pelajaran mereka pada Universitas, karena terjadi peralihan sistim pendidikan dari sistim Paket kepada sistim SKS, Habîb Raîs pun pada masa itu menerima Khirqah dari WaliyulLâh Syekh Yûsuf Tuanta Salamaka Tâjul Khalwati Abû Al-Ma h âsin Al-Maqâsari r.a. y ang hadir bersama Tuanta Imam Lapeo dan Tuanta Masakilang Karaeng Bogo sebagai saksi. Kata Syekh Yûsuf Tuanta Salamaka; Pemberian ini atas ijin dan perintah dari Tuan kami, Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni yang tinggal di Bagdad“.
Inilah yang disebut SIR-JANNAH (Rahasia Surga) dan bukan SARJANAH (sepotong kertas yang tidak menjamin keselamatan dunia maupun akhirat). Selain Gurunya Tuanta Salamaka Syekh Yûsuf, Habîb Raîs juga belajar pada guru-guru yang hidup dimasanya sekaraag yaitu:
Sekilas Tentang Guru-gurunya
Banyak sekali para guru yang ditemuinya, tapi ada beberapa guru saja yang Habîb Raîs berbaiat kepada mereka untuk menjadi murid mereka dalam hal keilmuan tentang Haqîqatul Insân dan Ma´rifatulLâah beserta segala ilmu pemahamannya yang terkait erat dalam rangka pengenalan yang dimaksud;
1. Habîb Hâsjim bin Husein bin ´Ali bin ´Abdurrahmân bin ´Abdullâh (Shâ h ibul Masilah Hadralmaut ) bin Husein Bin Thâhir (Maulâ Bin Thâhir).
2. Tuan Syekh Musthafâ bin Syekh Mu h yidîn (1967–1992).
3. Habîb Muhammad bin ´Abdullah bin ‘Umar Al-Idrûs Tanjung Batu Merah, Ambon, Maluku, Indonesia. (Kakek Ibunya Syarîfah Thalhah binti ´Abdullâh bin Muhammad bin ‘Umar Al-Idrûs).
4. Tuan Syekh Yusuf yang bergelar Tuanta Salamaka Tâjul Khalwâti Abû Al-Mahâsin Al-Maqasari (1987–1991).
5. Tuan Imam Lapeo asal dari Poliwali Mamasa (Polmas), Sulawesi Selatan (1987–1992).
6. Habîb Muhammad Al-Gadri, yang dikenal dengan sebutan Habîb Marunda (1993–masih sampai sekarang tahun 2003).
7. Beberapa Guru asal Jawa Timur yang sangat dalam ilmu kebatinannya (1995).
8. Beberapa Guru asal Jawa Tengah yang sangat dalam Ilmunya tentang pengenalan akan Hakikat dan Ma’rifatullâh (1995).
9. Seorang guru dari Beas India yang sangat Masyhur namanya di kalangan Lintas Agama seluruh Dunia, yaitu Hazur Maharaj Charan Sing Ji (1983–1985).
10. Syekh Hârûn al-Rasyîd yang akrab dipanggil dengan nama Syekh Faye dari Sinegal (awal 2003–sekarang ini).
Sekilas tentang Guru – gurunya
1. Habîb Hâsjim Bin Husein Bin Thâhir; Orang Tuanya sendiri, yang menguasai perbendaharaan Ilmu Hakikat dan Ma’rifatullâh yang tuntas secara keilmuan, menguasai Ilmu peralihan bahasa Arab kepada bahasa Indonesia, dan beliau adalah salah satu manusia yang selama hidupnya mencatat setiap mimpinya tanpa terlewati seharipun, lengkap dengan hari, tanggal, jam dan detik. Mimpi-mimpinya itu ialah tentang pengkabaran pemahaman Ilmu Hakikat dan Ma’rifatullâh, serta segala kejadian yang belum terjadi di negara Indonesia maupun diseluruh dunia. Sebagai contoh, beliau bermimpi bahwa: Amerika akan dikejutkan oleh suatu ledakan yang sangat dahsyat sekali . Setelah sekian puluh tahun, ternyata, terjadilah kejadian 11 September 2001. Dan dalam jarak 20 tahun, sebelum kejadian, beliau bermimpi tentang Amin Rais , bahwa Pimpinan Muhammaddiyah pusat bernamanya Ikrâman Mahbûb , 5 tahun kemudian beliau bermimpi lagi bahwa yang disebut Ikrâman Mahbûb adalah Amin Rais, yang waktu itu masih bersekolah di Luar Negeri. Ternyata beberapa tahun kemudian Amin Rais menjadi Pimpinan Muhammadiyah Pusat, dan kemudian menjadi Ketua MPR. Inilah Jabatan yang termulia di negeri ini ( Ikrâman Ma h bûb = yang mulia lagi dicintai) ternyata mimpinya itu, sangat tepat kejadiannya beliau telah diberitahukan lebih dahulu lewat mimpi-mimpinya.
Habîb Hâsjim diangkat langsung sebagai murid oleh Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a. pada tahun 1967 di Desa Waras-waras, Seram Timur, Maluku, Indonesia. Kehadiran Tuan Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a sangat mengagumkan sekali, dengan pengawalan yang cukup ketat dari kalangan bangsa Ruhani dan bangsa Jin Islam yang ta’at pada perintah AlLah SWT. Kebenaran kehadirannya, sudah barang tentu, dengan segala tanda-tanda yang dapat dipercaya tentang kebenaran kehadiran tersebut. Dari sinilah, Habîb Hâsjim dibimbing secara terus menerus selama 26 tahun (1967– 1993). Semua perintah Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a, yang datang secara ruhani, dicatat dengan terperinci. Begitu juga, segala isi pembicaraan para Ruhani dengannya, tidak luput ditulisnya. Hal ini bertujuan, untuk kemudian hari, dijadikan pelajaran bagi anak-anaknya serta orang lain tentunya.
2. Habîb Muhammad bin ´Abdullâh bin ‘Umar Al-Idrûs; Seorang WaliyulLâh yang sangat besar kemuliaannya dimasa kehidupannya. Habîb Muhammad ialah seorang pejuang kemerdekaan dalam menentang kaum penjajah, Belanda. Belanda mengasingkan Habîb Muhammad dari kota Semarang ke pulau Kupang, di sanalah Habîb Muhammad menikah. Dan saat istrinya sedang hamil, Habîb Muhammad diasingkan lagi ke Ambon. Habîb Muhammad menamakan anaknya dalam kandungan istrinya yang ditinggalkan di Timor, Kupang, dengan nama Abdul Rahmân. S telah Habîb Muhammad tiba di kota Ambon, kampung Batu Merah, maka beliau mendapatkan sebuah gundukan tanah di bawah tempat tidurnya. Beliau pun mengatakan, inilah anaknya yang bernama Habîb ´Abdul Rahmân telah lahir di Timor, Kupang, dan AlLâh SWT telah mengembalikannya langsung keharibaan-Nya.
Kemudian, gundukan tanah tersebut dipindahkan ke atas bukit. Menjadilah ia suatu Makam, yang pada masa itu mengeluarkan cahaya terang pada setiap malam Jum’atnya, dan akhirnya oleh masyarakat dikenal dengan nama Karamat Tanjung Batu Merah Ambon.
Habîb Muhammad setiap harinya menyusun perlawanan terhadap Penjajah Belanda di Kota ambon, maka beliau diasingkan ke Solo, Jawa Tengah. Di sana beliau kembali kepada keharibaan-Nya, AlLâh SWT. Saat dikuburkan dan setelah ditutup tanahnya, dan saat hendak disiramkan air di atas kubunya, ternyata kuburannya telah lenyap tanpa meninggalkan bekas sedikitpun, sementara tempat bekas galian itu menjadi seperti sebelum digalikan kuburannya. Semoga AlLâh senantiasa memberi rahmat yang besar kepada beliau khususnya. Amin yâ rabbal ‘Âlamîn.
3. Tuan Syekh Musthafâ bin Syekh Muhyiddîn ; Berasal dari bangsa Ruhâni yang sangat besar kekuasaannya. Syekh Musthafâ telah datang kepada kedua orang tua Habîb Raîs, tahun 1967, di bawah perintah AlLah SWT. serta di bawah pengawasan Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a beserta pendamping–pendampingnya yang lain, di antaranya Tuan Syekh ‘Ali, Tuan Syekh Shaleh dan sebagainya.
Mereka semua datang untuk membimbing kedua orang tua Habib Rais serta semua anak-anaknya, termasuk Habîb Raîs sendiri untuk tetap selalu berada dalam kebaikan AlLâh SWT. dan barakat para wali-Nya. Jadi, sejak Habîb Raîs berusia 6 tahun sudah berada dalam suasana keakraban dengan para wali AlLâh dan para ruhani–ruhani-Nya. Dan tahun 1992, Tuan Syekh Musthafâ serta para pendampingnya mengatakan, bahwa misi mereka dari AlLâh SWT. untuk pertama ini telah selesai. Maka, kami nanti akan kembali semuanya kepada H abib Rais. Kami datang dari tahun 1967 dan sampai akan kami kembali kepada Habîb Rais. Ini semua adalah karena Barakat yang senantiasa mengalir dari kemuliaannya Habib Muhammad bin ´Abdullah bin ´Umar Al-Idrûs karamat Tanjung Batu Merah Ambon ). Secara kebetulan, saat kalimat perpisahan dari para Ruhani ini kepada orang tua Habîb Raîs ( Habîb Hâsjim), Habîb Raîs berada bersama kedua orang tuanya (mudah-mudahan AlLâh SWT mengembalikan bangsa Ruhani itu kepada Habib Rais dengan misi yang lebih baik dan berguna kepada kita semuanya khususnya, dan kepada kemanusiaan pada umumnya. Amin yâ rabbal ´Âlamîn ).
4. Tuan Syekh Yûsuf Tuanta Salamaka; Pimpinan para wali di wilayah Sulawesi Selatan, yang dikenal dengan istilah Wali Pitu (wali tujuh). Beliau telah hadir dalam suatu “Nûr” yang sangat cemerlang sekali, dan beliau mengatakan, kehadirannya ini di bawah perintah AlLâh SWT dan di bawah pengawasan Tuan Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a . Hal khusus yang diajarkannya yaitu mengenai “ Bagaimanakah seseorang bisa dapat berhubungan dan meminta langsung kepada AlLâh SWT ”. Selama ini mayoritas orang menyangka, mereka telah dapat berhubungan dan meminta langsung kepada AlLâh SWT. dengan hanya mengatakan “ Ya AlLâh saya begini dan begitu ….’ , mereka menyangka dengan hanya mulutnya menyebut kata AlLâh SWT, maka itu berarti sudah meminta langsung kepada AlLâh SWT. Semua ini harus dengan pengetahuan dan keilmuan serta i´itikad yang kuat sebagaimana para Wali-Nya telah diperbuat. Maka beliaupun dengan ijin AlLâh SWT. dan dengan pengawasan yang ketat dari Tuan Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a, beliau memberikan pengajaran tersebut kepada Habîb Raîs, selama 9 bulan. Habîb Raîs mengikuti—dari hari ke hari—pengajaran tersebut, dan dengan kecerdikannya maka beliau dapat menangkap semua pengajaran tersebut.
5. Tuan Imam Lapeo r.a; Dengan ijin AlLâh SWT. dan di bawah pengawasan Tuan Syekh Yûsuf Tuanta Salamaka r.a, beliau mengajarkan kepada Habîb Raîs beberapa Ilmu Hikmah; penggunaannya menyangkut HURUF atau dengan kata lain ilmu tersebut dinamakan Asrâru’l Hurûf , dan beliau bersama Tuan Syekh Yûsuf Tuanta Salamak r.a berjanji kepada Habîb Raîs, bahwa mereka akan kembali kepada Habîb Raîs saat umurnya sudah bertambah (saat itu Habîb Raîs berumur 27 tahun). Mungkin maksudnya kalau sudah lebih matang dalam keilmuan tentang ketuhanan.
6. Habîb Muhammad Al-Gadri; Beliau dikenal dengan sebutan Habîb Marunda. Kalau ada orang yang menanyakan namanya, maka dengan cepat beliau menjawab“ nama saya habib gila “. Habîb Marunda membangun Padepokan di Marunda. Majelisnya diadakan setiap malam Jum’at; Dzikir yang dibacakan mulai jam 00.00 tengah malam sampai dengan selesai lebih kurang 3 jam 03.00.
Habîb Marunda telah memantapkan keyakinan Habîb Raîs tentang ilmu dan keilmuan yang ada pada diri Habîb Raîs itu sendiri, dengan diangkatnya Habîb Raîs menjadi anaknya (dibai´atnya pada tahun 1993). Habîb Marunda, seorang yang sangat teguh dalam prinsipnya, kalimat-kalimatnya tidak pernah memperlihatkan ada kekhawatiran pada hati beliau-beliau. Bersama Habîb Marunda, Habîb Raîs telah dibawa keberbagai daerah untuk mengunjungi tempat–tempat yang baik dan mulia. Dan bersama beliau pula, Habib Rais mendapat banyak pengalaman batin yang sangat besar dan baik. Mudah-mudahan AlLâh SWT dan para wali-Nya memberkati beliau selalu. Amin ya Rabbal Alamiin.
7. Guru–guru dari Jawa Timur; Mereka mengajarkan kepada Habîb Raîs tentang hal pandangan batin ataupun tentang penampakan makhluk halus yang selama ini menjadi gaib bagi kebanyakan orang awam. Dari ilmu yang diajarkan itu, banyak hal yang gaib dapat dilihat secara kasat mata.
8. Guru–guru dari Jawa Tengah; Mereka mengajarkan kepada Habîb Raîs, ilmu yang telah didudukan lebih dahulu dasarnya oleh Abahnya sendiri, Habîb Hâsjim Bin Thâhir, yaitu tentang Ilmu Tiga . Barangsiapa tidak menguasainya secara benar dan mendalam sampai tuntas pendapatannya, maka ia akan hidup sia–sia di dunia maupun di akhirat kelak; Ilmu Takbîratul Ihrâm (Ilmu Shalat) – Ilmu Nisâi (Ilmu Perkawinan) – Ilmu Sakarâtul Maut (Ilmu untuk kembali hidup setelah mati ).
9. Hazur Maharaj Charan Sing Ji; Seorang guru besar dari Beas India. Maharaj mengajarkan suatu metode untuk mendengar suara di dalam diri setiap orang. Pengajarannya lebih menekanan pada Dzikir Lima Nama Suci (Kontempelasi). Habîb Raîs mengambil inisiasi kepadanya dalam rangka mendapatkan sebuah perbandingan Agama atau Keilmuan dari para Guru yang dipandang masyhur oleh minimal murid-muridnya, apalagi oleh manusia diberbagai negara di dunia ini.
Pengambilan guru tersebut oleh Habîb Raîs pada tahun 1983, dan setelah 3 bulan mengikuti ceramahnya, Habîb Raîs diterima untuk diinisiasi pada tahun 1983 itu juga. (Ini adalah sesuatu di luar kebiasaan yang terjadi di kalangan majelis ini. Karena seseorang yang dapat diterima untuk diinisiasi oleh Guru yang dipanggil dengan sebutan Sat Guru itu, adalah minimal yang sudah mengikuti semua disiplin dalam majelis ini selama 2 tahun. Disiplin itu di antaranya, harus senantiasa mengikuti ceramahnya yang disebut Satsang, harus vegetarian (makan yang tidak bernyawa) selama 2 tahun dan minimal sudah membaca sekian judul buku-bukunya, barulah boleh mengajukan Surat Permohonan untuk diinisiasi kepada Sat Guru. Perkara diterima atau tidak diterima semuanya tergantung dari penilaian Sat Guru itu sendiri).
Tapi untuk Habîb Raîs yang baru 4 bulan mengikuti Ceramah/ Satsangnya, telah dapat diterima untuk diinisiasi. Bahkan dari sekian ribu orang yang mengajukan permohonan untuk diinisasi saat itu, ternyata yang diterima saat itu, adalah hanya 33 orang, dan bahkan nama Habib Rais lah yang tertulis pada urutan yang pertama (teratas). Pada keilmuan di majelis ini, setiap orang yang diinisiasi menjadi Murid (atsangi), maka ia diberi Lima Nama Suci yang harus diulang-ulang (Dzikirkan) dalam setiap harinya dalam Simran (kontempelasi) dan Bayan (Mendengarkan suara).
10. Syekh Harûn al-Rasyîd (Syekh Faye); Beliau adalah seorang Mursyid Tharîqat Murîdiyyah–Musthafâwiyyah, dan beberapa tharîqat lainnya. Syekh Faye sangat masyhur di daerah Afrika. Syekh Faye mempunyai banyak murid di Sinegal, asal daerah kelahirannya, serta di Amerika dan sebagainya. Habîb Raîs berbaiat kepada Syekh Faye pada awal tahun 2003. Atas bimbingan Syekh Faye, Habib Rais telah melakukan khalwat selama 5 hari di gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, dan mendapatkan Natijahnya dengan sangat baik. Kemudian Syekh Faye melanjutkan beberapa pelajaran yang sangat besar nilainya kepada Habîb Raîs. Mudah-mudahan AlLâh SWT. senantiasa memberikan perlindungan dan barakat selalu kepada beliau dan keluarga serta semua pengikutnya di dunia sampai yaumil ma’syar. amin ya rabbal alamiin .

Syekh Abdul Qadir Jaelani RA

Syekh Abdul Qodir al Jaelani (bernama lengkap Muhyi al Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al Jaelani). Lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata al Jailani atau al Kailani atau juga al Jiliydan. Biografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab al Hambali. Ia wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M.

Masa Muda
Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al Ghazali. Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra’ dan juga Abu Sa’ad al Muharrimi. Belaiu menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa’ad al Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Ia mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah mendengar nasehat beliau. Banyak pula orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang menimba ilmu di sekolah beliau hingga sekolah itu tidak mampu menampung lagi.
Murid-Murid
Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam, Syeikh Qudamah, penyusun kitab fiqh terkenal al Mughni.
Perkataan Ulama tentang Beliau
Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A’lamin Nubala XX/442).
Syeikh Ibnu Qudamah rahimahullah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir menjawab, ”Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Ia menempatkan kami di sekolahnya. Ia sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Ia senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu.”
Beliau adalah seorang yang berilmu, beraqidah Ahlu Sunnah, dan mengikuti jalan Salaf al Shalih. Belaiau dikenal pula banyak memiliki karamah. Tetapi, banyak (pula) orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, tariqah (tarekat/jalan) yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Di antaranya dapat diketahui dari pendapat Imam Ibnu Rajab.

Tentang Karamahnya
Syekh Abdul Qadir Jaelani 3Syeikh Abdul Qadir al Jaelani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh para syeikh, ulama, dan ahli zuhud. Ia banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi, ada seorang yang bernama al Muqri’ Abul Hasan asy Syathnufi al Mishri (nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir al Lakhmi asy Syathnufi) yang mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir al Jailani dalam tiga jilid kitab. Al Muqri’ lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya).
“Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia dengar”, demikian kata Imam Ibnu Rajab. “Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh dari agama dan akal, kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas, seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah.”
Kemudian didapatkan pula bahwa al Kamal Ja’far al Adfwi (nama lengkapnya Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal al Adfawi), seorang ulama bermadzhab Syafi’i. Ia dilahirkan pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 685 H dan wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452. al Kamal menyebutkan bahwa asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah as Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.).
Karya
Imam Ibnu Rajab juga berkata, ”Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan sunnah.”
Karya beliau, antara lain :
  1. al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
  2. Futuhul Ghaib.
Murid-muridnya mengumpulkan ihwal yang berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Ia membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.
Beberapa Ajaran Beliau
Sam’ani berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Ia seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau.” Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,”Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”
Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, ”Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” Tidak ada seorangpun para kibar masyasyeikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak diantara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi“.
Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, ” Aku telah mendapatkan aqidah beliau ( Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani ) didalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Ia menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Ia juga membantah kelompok-kelompok Syi’ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.)
Inilah tentang beliau secara ringkas. Seorang ‘alim Salafi, Sunni, tetapi banyak orang yang menyanjung dan membuat kedustaan atas nama beliau. Sedangkan beliau berlepas diri dari semua kebohongan itu. Wallahu a’lam bishshawwab.
Awal Kemasyhuran
Al-Jaba’i berkata bahwa Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani pernah berkata kepadanya, “Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dengan membawa lilin dan obor hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke luar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun, orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat di sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali radhiallahu ‘anhum]].
Kemudian, Syaikh Abdul Qadir melanjutkan, “Aku melihat Rasulullah SAW sebelum dzuhur, beliau berkata kepadaku, “anakku, mengapa engkau tidak berbicara?”. Aku menjawab, “Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?”. Ia berkata, “buka mulutmu”. Lalu, beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku kemudian berkata, ”bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan peringatan yang baik”. Setelah itu, aku shalat dzuhur dan duduk serta mendapati jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian aku melihat Ali r.a. datang dan berkata, “buka mulutmu”. Ia lalu meniup 6 kali ke dalam mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya mengapa beliau tidak meniup 7 kali seperti yang dilakukan Rasulullah SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan itu karena rasa hormat beliau kepada RasuluLlah SAW. Kemudian, aku berkata, “Pikiran, sang penyelam yang mencari mutiara ma’rifah dengan menyelami laut hati, mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang calo, kemudian dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk diangkat”. Ia kemudian menyitir, “Dan untuk wanita seperti Laila, seorang pria dapat membunuh dirinya dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis.”
Dalam beberapa manuskrip didapatkan bahwa Syaikh Abdul Qadir al Jaelani berkata, ”Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, “kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang”. Aku pun ke Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka”. “Sesungguhnya” kata suara tersebut, “Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu”. “Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku” tanyaku. “Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu” jawab suara itu.
Aku pun menbuat 70 perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang pun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.
Beberapa Kejadian Penting
Suatu ketika, saat aku berceramah aku melihat sebuah cahaya terang benderang mendatangi aku. “Apa ini dan ada apa?” tanyaku. “Rasulullah SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat” jawab sebuah suara. Sinar tersebut semakin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu, aku melihat RasuLullah SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggilku, “Wahai Abdul Qadir”. Begitu gembiranya aku dengan kedatangan Rasulullah SAW, aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Ia meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. “Mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan Rasulullah SAW?” tanyaku kepadanya. “Sebagai rasa hormatku kepada Rasulullah SAW” jawab beliau.
Rasulullah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. “apa ini?” tanyaku. “Ini” jawab Rasulullah, “adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian”. Setelah itu, aku pun tercerahkan dan mulai berceramah.
Saat Khidir as. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan dikatakannya kepadaku. Aku berkata kepadanya, ”Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku, “Engkau tidak akan sabar kepadaku”, aku akan berkata kepadamu, “Engkau tidak akan sabar kepadaku”. “Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini Muhammad dan yang ini ar Rahman, ini kuda berpelana, busur terentang dan pedang terhunus.”
Al-Khattab pelayan Syaikh Abdul QAdir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, “Hai orang Israel, dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad” lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, ”Tadi Abu Abbas al Khidir as lewat dan aku pun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti”.
Hubungan Guru dan Murid
Guru dan teladan kita Syaikh Abdul Qadir al Jilli berkata, ”Seorang Syaikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.
1. Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup aib) dan ghaffar (pemaaf).
2. Dua karakter dari Rasulullah SAW yaitu penyayang dan lembut.
3. Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
4. Dua karakter dari Umar yaitu amar ma’ruf nahi munkar.
5. Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
6. Dua karakter dari Ali yaitu aalim (cerdas/intelek) dan pemberani.
Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepada beliau dikatakan:
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syaikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.
Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah.
Syaikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syaikh al Junaid mengajarkan standar al Quran dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang syaikh. Apabila ia tidak hafal al Quran, tidak menulis dan menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk diikuti.
Menurut saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang syaikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alasan lainnya. Selalu menasihati muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan riyadhah. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua penuh dengan kasih dan kelemahlembutan dalam mendidik anaknya. Oleh karena itu, dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang murid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya bai’at bersumber dari hadits Rasulullah SAW ketika beliau mengambil bai’at para sahabatnya.
Kemudian dia harus mentalqin si murid dengan zikir lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling afdhal di sisi-Nya. Rasulullah berkata, “Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)”. Kemudian, Ali ra. kembali berkata, “Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang berzikir”. Rasulullah berkata, “Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan ‘Allah’, ‘Allah’. “Bagaimana aku berzikir?” tanya Ali. Rasulullah bersabda, “Dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula”. Lalu, Rasulullah berkata, “Laa ilaaha illallah” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara keras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama seperti yang Rasulullah lakukan. Inilah asal talqin kalimat Laa ilaaha Illallah. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut.
Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pada seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada Rasullullah oleh mursyidnya saat menghadapi sakaratul maut”.
Karena itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi: Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).
Lain-Lain
Kesimpulannya beliau adalah seorang ‘ulama besar. Apabila sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjung-nyanjungnya dan mencintainya, maka itu adalah suatu kewajaran. Bahkan suatu keharusan. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau di atas Rasulullah shollallahu’alaihi wasalam, maka hal ini merupakan kekeliruan yang fatal. Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalam adalah rasul yang paling mulia diantara para nabi dan rasul. Derajatnya tidak akan terkalahkan disisi Allah oleh manusia manapun. Adapun sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah ( perantara ) dalam do’a mereka, berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaranya. Ini juga merupakan kesesatan. Menjadikan orang yang meninggal sebagai perantara, maka tidak ada syari’atnya dan ini diharamkan. Apalagi kalau ada orang yang berdo’a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do’a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak diberikan kepada selain Allah. Allah melarang mahluknya berdo’a kepada selain Allah. “Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya disamping (menyembah ) Allah. ( QS. Al-Jin : 18 )”
Jadi sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para ‘ulama dengan sebaik mungkin, namun tetap dalam batas-batas yang telah ditetapkan syari’ah. Akhirnya mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada kita sehingga tidak tersesat dalam kehidupan yang penuh dengan fitnah ini.
Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.
Syeikh Abdul Qadir Jaelani juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama Tarekat Qodiriyah.
Referensi
1. Manakib Syekh Abdul Qodir Al Jailani, Perjalanan Spiritual Sulthanul Auliya, Pustaka Setia,Bandung, 2003
Sumber: Wikipedia.

Rabu, 14 Desember 2011

Suffi

Bismillahir Rahmanir Rahiim

Allahumma sholi ala Syyaidina Muhammadinni fatihi lima ughliko wal’khotimi lima sabaqo wanasiril haqo bilhaqqi wal’hadi ila shirotikal mustaqiim wa’sholallahu alaiihi wa’ala alihi washobihi haqqo qodrihi wamiqdarihil aziim.
Diriwayatkan dari Rasulullah saw. Bahwa beliau pernah bersabda. “Umatku yang paling belas-kasih kepada sesama umat adalah Abu Bakr r.a., yang paling kokoh dan kuat memegang agama Allah adalah Umar r.a., yang paling pemalu adalah Utsman r.a., yang paling tahu tentang ilmu faraidh (hukum waris) adalah Zaid bin Tsabit r.a., yang paling faham tentang hukum halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal r.a., yang paling adil dalam memberikan keputusan hukum adalahAli r.a., Sedangkan sahabatku Abu Dzar r.a. adalah orang yang dialek bicaranya memiliki ketajaman dan kebenaran.” (H.r. Ahmad, Tirmidzi dari Anas, ath-Thabrani dari Jabir, dari Ibnu adi dari Ibnu Umar).
Adapun yang menyangkut masalah batin, maka kami akan memulainya dengan apa yang disabdakan Rasulullah saw.:

Ikutilah dua orang setelahku yaitu: Abu Bakr dan Umar r.a.” (H.r. Tirmidzi dari Hudzaifah, Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Abd dari Anas)

Sementara kami memulainya dengan Abu Bakr r.a lebih dahulu kemudian baru Umar r.a.

Sebagaimana berita yang saya terima dari Abu Utbah al-Halwa-ni—-rahimahullah—yang pernah berkata, “Bolehkah aku memberitahu kalian tentang kondisi spiritual para sahabat Rasulullah? Pertama, bertemu dengan Allah lebih mereka senangi daripada hidup di dunia. Kedua, mereka tidak pernah takut musuh, baik mereka dalam jumlah sedikit maupun banyak. Ketiga, mereka tidak pernah takut miskin dan selalu yakin, bahwa Allah selalu memberinya rezeki. Keempat, jika dilanda wabah penyakit, mereka tidak pernah lari dari tempat tinggal sampai Allah memutuskan nasibnya. Mereka sangat khawatir dengan kematian dalam makna yang sebenarnya.”Dikisahkan dari Muhammad bin Ali al-Kattani -rahimahullah- yang berkata, “Orang-orang dalam kurun waktu pertama Islam selalu bermuamalah denga agama sehingga agama itu menipis. Kemudian pada kurun kedua mereka bermuamalah dengan wafa’ (kesetian dan tepat janji), sehingga kesetiaan itu pun sirna. Kemudian pada kurun ketiga mereka bermuamalah dengan muru’ah (kesatria) sehingga kesatria itu pun lenyap. Pada kurun keempat bermuamalah dengan rasa malu, sampai akhirnya rasa malu itu pun hilang. Pada akhirnya manusia bermuamalah dengan landasan rasa suka dankekhawatiran.”

Keistemewaan Abu Bakr As-Shiddiq RA


Diriwayatkan dari Mutharraf bin Abdullah asy-Syukhair -rahimahullah- yang berkata: Abu Bakr ash-Shiddiq r.a. berkata “Andaikan ada seseorang memanggil dari langit bahwa tidak ada yang masuk surga kecuali satu orang, maka aku berharap satu orang itu adalah aku. Dan andaikan ada seseorang memanggil dari langit bahwa tidak ada yang masuk neraka kecuali satu orang, maka aku sangat takut orang tersebut adalah aku.”

Mutharraf -rahimahullah- berkata, “Demi Allah ini adalah ungkapan rasa takut yang sangat besar dan harapan yang sangat tinggi.”

Diriwayatkan dari Abu al-Abbas bin Atha’ -rahimahullah- bahwa, ia pernah pernah ditanya tentang firman Allah:

“Hendaklah kalian menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu mempelajarinya.” (Q.s. Ali Imran: 79)

Maka ia menjawab, “Artinya, jadilah kalian seperti Abu Bakr ash-Shiddiq. Karena saat Rasulullah wafat hati kaum muslimin goncang akibat wafatnya Rasul. Namun kepergian Rasulullah sama sekali tidak mempengaruhi lubuk hati Abu Bakr. Ia keluar dan berkata kepada umat Islam. ‘Wahai umat manusia, barang siapa menyembah Muhammad maka sesunggunhnya Muhammad telah wafat. Dan barangsiapa menyembah Allah maka sesungguhnya Allah adalah Dzat yang senantiasa hidup dan tidak akan pernah mati. Orang yang memiliki sifat rabbani ini, kejadian apapun sama sekali tidak mempengaruhi lubuk hatinya, meskipun orang-orang takut tergoncang.”

Abu Bakr al-Wasithi -rahimahullah- berkata, “Lisan (bahasa) kaum sufi yang pertama kali muncul dikalangan umat memalui lisan Abu Bakr adalah bahasa isyarat, yang kemudian oleh orang-orang yang memilikik kemampua pemahaman yang tajam diambil makna-makna lembut yang sering kali orang-orang yang berakal terkecoh dalam memahaminya.”

Syekh Abu Nashr as-Sarraj -rahimahullah- berkata: Apa yang dikatakan oleh al-Wasithi, bahwa lisan kaum sufi yang muncul pertama kali melalui lisan Abu Bakr ialah saat ia mengeluarkan seluruh harta miliknya yang diinfakkan demi agama Allah. Kemudian Rasulullah bertanya kepadanya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Abu Bakr menjawab, “Allah dan Rasul-Nya”. (H.r. Tirmidzi dari Umar). Ia menjawab pertama kali dengan Allah, kemudia Rasul-Nya. Hal ini merupakan suatu isyarat yang sangat agung bagi para ahli tauhid dalam hakikat-hakikat panauhidan kepada Allah. Namun bukan berarti ini saja isyarat yang keluar dari lisan Abu Bakr. Masih sangat banyak isyarat-isyarat lain yang darinya bisa diambil kesimpulan-kesimpulan yang sangat lembut.

Isyarat-isyarat tersebut dapat diketahui dan dipahami oleh para ahli hakikat untuk mereka jadikan referensi dan cermin dalam berakhlak. Di antaranya ialah pidato Abu Bakr ketika ia naik diatas mimbar setelah rasulullah wafat, dimana hati para sahabat saat itu goncang dan khawatir kalau Islam akan hilang karena wafat dan hilangnya Rasulullah dari lingkungan mereka. Kemudian Abu Bakr berkata, “Barangsiapa menyembah Muhammad maka ketahuilah bahwa Muhammad telah wafat, dan barangsiapa menyembah Allah swt. Maka sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha hidup dan tidak akan pernah mati.” (H.r Ahmad, Abdurrazzaq dari Aisyah dan Ibanu Abbas, dan Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu Umar).

Makna yang sangat halus dalam ungkapan tersebut ialah keteguhan dalam bertauhid dan berusaha memperkokoh hati para sahabat dalam bertauhid.

Diantara ungkapan yang lain ialah saat Perang Badar, ketika Rasulullah berdo’a:
“Ya Allah, jika sekelompok manusia (dari umat Islam) ini Engkau hancurkan, maka setelah itu Engakau tidak akan disembah lagi di muka bumi ini.”

Kemudian Abu Bakr berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah tinggalkanlah permohonanmu kepada Tuhan, sebab -demi Allah- Dia pasti mengabulkan apa yang dijanjikan kepada-Mu.”(H.r. Muslim dan Tarmidzi dari Ibnu Abbas dan Umar).

Dimana janji itu adalah firman Allah swt., “(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyuka kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman’. Kelak akan Aku jadikan rasa ketakutan kedalam hati orang-orang kafir.” (Q.s. al-Anfal: 12)

Di sini tampak satu keistimewaan Abu Bakr, dimana ia telah memiliki hakikat tashdiq ( pembenaran ) terhadap kemenangan yang dijanjikan Allah kepada umat Islam . Dimana hati para sahabat yang lain goncang . Ini menunjukkan hakikat keimanan dan keistimewaan Abu Bakr.

Jika ada orang yang bertanya “ Apa makna perubahan Rasulullah dan keteguhan hati Abu Bakr , sementara Rasulullah jauh lebih sempurna daripada Abu Bakr dalam segala kondisi spiritual?”

Maka jawabannya adalah karena Rasulullah lebih tahu tentang Allah daripada Abu Bakr . Sementara itu, Abu Bakr lebih kuat imannya daripada para sahabat Rasulullah yang lain . Keteguhan Abu Bakr mencerminkan hakikat keimanannya terhadap kebenaran janji Allah . Sedangkan perubahan pada diri Nabi adalah karena beliau lebih tahu tentang Allah. Sehingga beliau tahu dari Allah apa yang tidak diketahui Abu Bakr dan juga sahabat yang lain. Apakah Anda tidak tahu , bahwa ketika angin bertiup kencang maka warna kulit beliau berubah, sementara tidak seorang pun dari sahabatnya yang warna kulitnya berubah ?

Rasulullah juga bersabda ,” Andaikan kalian tahu apa yang aku ketahui tentu kalian kurang bisa tertawa, banyak menangis, keluar menuju ke berbagai jalan { untuk mencari perlindungan kepada Allah }, dan tidak akan tenang di atas tempat tidur .” ( H.r. Bukhari, al-Hakim dan ath-Thabrani, lihat kembali hlm. 247).

Abu Bakr juga memiliki kekhususan di antara para sahabat dalam hal firasat dan ilham . Itu bisa diketahui dalam tiga kasus :

Pertama, ketika pendapat para sahabat Rasulullah telah mencapai titik sepakat untuk tidak memerangi orang-orang murtad yang tidak mau membayar zakat setelah wafat Rasulullah saw. Namun Abu Bakr tetap bersikukuh pada pendiriannya untuk memerangi mereka . Kemudian ia berkata,”Demi allah , andaikan mereka tidak mau membayarku zakat unta dan kambing yang pernah mereka bayarkan kepada Rasulullah, niscaya aku akan memerangi mereka dengan pedang.” Sementara pendapat Abu Bakr inilah yang benar. Kemudian para sahabat berkata.” Sesungguhnya yang benar adalah pendapatnya sekalipun ia berbeda pendapat dengan sahabat-sahabat yang lain tentang apa yang mereka kemukakan.” Akhirnya sahabat-sahabat yang lain merujuk kepada pendapat Abu Bakr, dimana mereka melihat bahwa pendapat dialah yang benar.
Kedua, Saat ia berbeda pendapat dengan sebagaian besar sahabat mengenai penarikan mundur pasukan Usamah. Dan ia berkata,” Demi Allah, saya tidak akan mengingkari janji yang pernah disepakati oleh Rasullah.”
Ketiga, ialah ucapan Abu Bakr kepada Aisyah. “Sesungguhnya aku akan memberimu dua saudara laki-laki dn dua perempuan.” Aisyah saat itu hanya tahu bahwa ia hanya memiliki dua saudara laki-laki dan seorang perempuan.

Pada saat itu Abu Bakr memiliki seorang budak perempuan yang sedang hamil. Maka ia berkata,” Hati nuraniku mengatakan bahwa janin yang ada dalam rahimnya adalah perempuan.”

Ini menunjukkan firasat dan ilham yang sangat tajam dan sempurna.

Nabi saw bersabda:

“ Hati-hatilah terhadap firasat orang mukmin karena ia melihat dengan Nur Allah.” (H.r. ath-Thabrani dari Abu Umamah, Tirmidzi dari Abi Said, Abu Nu’aim dan al-Bazzar dari Anas).

Sementara itu pada diri Abu Bakr masih terdapat makna-makna lain yang banyak dijadikan referensi para ahli hakikat dan mereka yang mampu mengendalikan hati nurani. Dan jika disebutkan semua maka kitab ini akan menjadi sangat tebal.

Di ceritakan dari Bakr bin Abdullah al-Muzani yang mengatakan,”Abu Bakr tidak melibihi semua sahabat Rasul yang lain dalam hal banyak berpuasa dan shalat, namun ia memiliki kelebihan yang ada di dalam hatinya.”

Sebagian kaum sufi mengatakan, bahwa apa yang terjadi didalam hati Abu Bakr adalah cintanya kepada Allah Azza wa Jalla dan nasihat karena-Nya.

Disebutkan, Tatkala tiba waku shalat, Abu Bakr berkata, “Wahai anak Adam bangunlah ke neraka yang kalian nyalakan, kemudian padamkanlah.”

Diriwayatkan, bahwa suatu saat ia pernah makan makanan yang ada syubhatnya. Ketika ia tahu bahwa itu ada syubhatnya, maka ia muntahkan sembari berkata, “Demi Allah andaikan makanan itu tidak bisa keluar kecuali dengan mengorbankan jiwa (ruh)ku maka akan aku keluarkan juga, Sebab aku mendengar Rasulullah bersabda, “Tubuh yang diberi makan dari barang haram maka neraka lebih pantas untuknya.” (H.r. Tirmidzi danIbnu Hibban dari Ka’ab bin ‘Ajarah).

Abu Bakr pernah berkata, “Aku ingin menjadi tumbuhan hijau yang dimakan oleh binatang, dan tidak pernah diciptakan, karena aku takut siksa Allah dan ketakutan di hari Kiamat.”

Diriwayatkan dari Abu Bakr ash-Shiddiq yang mengatakan: Ada tiga ayat dalam kitab Allah yang menyibukkanku dari yang lain:

Pertama:
“Jika Allah menimpakan suatu bahaya kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghalanginya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan untukmu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya.” (Q.s. Yunus: 107)

Maka aku tahu bahwa, apabila Allah menghendaki kebaikan untukku, maka tidak ada seorang pun yang bisa menghilangkannya dariku selain Dia sendiri. Dan jika Dia menghendaki kejelekan untukku, maka tidak ada seorang pun yang mampu menghindarkannya selain Dia sendiri.

Kedua:
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (Q.s. al-Baqarah: 152)

Maka demi Allah, sejak aku membaca ayat ini tidak lagi pernah memikirkan masalah rezekiku.”

Disebutkan pula, bahwa bait syair berikut adalah dari Abu Bakr ash-Shiddiq:

Wahai orang yang membanggakan dunia dan perhiasannya
Bukankah kebanggaan itu mengangkat tanah denga tanah

Jika Anda ingin melihat manusia yang paling mulia
Maka lihatlah seorang raja yang mengenakan pakaian orang miskin

Itulah yang besar kasih sayangnya dimata manusia
Itulah yang berguna bagi dunia dan agama.

Dikisahkan dari al-Junaid yang mengatakan, “Kalimat tentang tauhid yang paling mulia adalah apa yang dikatakan Abu Bakr, ‘Mahasuci Dzat Yang tidak membuka jalan untuk ma’rifat-Nya kecuali dengan menjadikan seseorang tidak sanggup mengetahui-Nya’

http://tarekatqodiriyah.wordpress.com